nilai kehidupan dalam cerpen vicker jepang
B. Indonesia
wawansekawan
Pertanyaan
nilai kehidupan dalam cerpen vicker jepang
1 Jawaban
-
1. Jawaban yahya170
Karya sastra hadir atau tercipta dari kondisi sosial masyarakat pengarang. Biasanya, karya sastra berupa novel, puisi, atau drama dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya terjadi di masyarakat yang dirasakan atau menjadi fokus perhatian pengarang. Namun, tetap saja sesuatu yang disebut karya sastra harus memenuhi unsur fiktif atau imajinasi. Sebuah karya sastra tidak bisa dipercaya sepenuhnya sebagai sebuah fakta, tetapi sebagian besar memaparkan realitas yang ada. Realitas dipandang sebagai sebuah keadaan yang nyata sarat dengan pesan moral yang ingin disampaikan. Pesan tersebut dilesapkan ke dalam percakapan atau dialog tokoh dan bisa juga langsung dipaparkan melalui penjelasan tokoh. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kepedulian atau kegelisahan pengarang untuk memberitahukan kepada masyarakat tentang hal yang mungkin luput dari perhatian atau mencoba menjelaskan ketimpangan yang terjadi di masyarakat.
Dalam hal ini, banyak sekali karya sastra yang mengangkat realitas yang ada di masyarakat. Mulai dari angkatan Balai Pustaka dengan novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli hingga pascakemerdekaan yang ditandai dengan angkatan 1966 dengan novel Sri Sumarah dan Bawukkarya Umar Kayam. Novel Sti Nurbaya, misalnya, mengangkat realitas yang ada di masyarakat Minang. Kondisi perkawinan yang dipaksa dan tidak bebas memilih pasangan menjadi fokus Marah Rusli. Dengan adanya novel tersebut, pergolakan batin anak yang dipaksa nikah dengan orang yang tidak dicintai baru terkuak setelah sekian lama masyarakat Minang tidak ada yang berani mengungkapkan hal tersebut. Begitu pula dengan novel Sri Sumarah dan Bawuk. Novel yang berlatar waktu tahun 1960-an ini mengangkat realitas kesetiaan dan penderitaan perempuan Jawa yang terseret oleh arus pergerakan komunis di Indonesia.
Dari sekian banyak karya sastra yang mengandung realitas yang ingin disampaikan kepada masyarakat, kami akan membahas salah satu karya sastra berupa cerita pendek yang berjudul Vickers Jepang karya Nugroho Notosusanto. Cerita pendek ini bercerita tentang terdesaknya kebutuhan ekonomi Palguno, putra seorang bangsawanan pensiunan bupati yang juga seorang bekas tentara Font MKS. Palguno tidak tahu harus berbuat apa untuk membayar bidan karena istrinya akan segera melahirkan. Keadaan Palguno yang dekat dengan garis kemiskinan membuatnya harus melakukan hal yang tidak terpuji, yaitu menodong menggunakan senjata Vickers Jepang. Saat sedang melancarkan aksi menodong, korban Palguno mengetahui bahwa senjata Vickers Jepang yang dibawanya tidak memiliki peluru. Seketika itu juga, aksi menodong pun gagal. Ternyata, korban yang berhasil menggagalkan aksi menodong Palguno adalah atasannya saat menjadi prajurit Font MKS yang bernama Mas Nug.
Suasana menegangkan berubah menjadi hangat seperti bertemu kawan lama. Atasan Palguno pun mengajak berbincang-bincang setelah lama tidak bertemu. Namun, kegelisahan Palguno yang tidak tertahankan terhadap istrinya membuatnya harus cepat kembali pulang dengan membawa uang yang saat itu belum didapatnya. Kondisi tersebut pun diketahui Mas Nug dan bersama Palguno pergi melihat kondisi istri yang sedang ingin melahirkan. Sesampainya di rumah Palguno yang terletak di gang sempit, Palguno dan Mas Nug sudah mendengar teriakan bayi. Kehidupan putra bangsawan pensiunan bupati yang tragis juga tidak terlepas dari ketidaksetujuan keluarga Palguno terhadap pasangan hidupnya yang berbeda status sosial. Berkat naluri cinta yang kuat diantara keduanya, Palguno dan istri terpaksa kawin lari dan tidak mendapat bantuan keuangan dari keluarga Palguno. Akhirnya, Palguno meminta bantuan Mas Nug untuk membeli senjata Vickers Jepang miliknya.